name='rating'/> Tabib dan Dokter : Kompetisi atau Kolaborasi?
HISNINDARSYAH

Dalam dunia kesehatan yang terus berkembang, peran tabib dan dokter seringkali menjadi sorotan. Tabib dan dokter adalah dua profesi yang berbeda meskipun sama-sama berkecipung di dunia kesehatan. Pertanyaannya adalah, “Apakah hubungan antara tabib dan dokter bersifat kompetitif atau kolaboratif? Saling bersaing ataukah bersinergi?” Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu mengenal lebih dalam apa itu tabib dan dokter.

Praktek pegobatan tabib berbasis pada pengetahuan tradisional yang telah diwariskan turun-temurun sesuai dengan kondisi lingkungan serta budaya setempat. Tabib menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuhan, mineral, dan hewan dalam pengobatan mereka. Juga menggunakan teknik pijat atau terapi tradisional lainnya yang tidak selalu didukung oleh bukti ilmiah. Pendekatan pengobatan tradisional para tabib menggunakan pendekatan holistik. Yaitu pendekatan yang mempertimbangkan berbagai keseimbangan aspek fisik, mental, dan spiritual dari para pasiennya.

Sedangkan dokter adalah tenaga medis yang telah melalui pendidikan formal di Institusi Kedokteran. Para dokter menjalani pendidikan formal yang meliputi studi dasar ilmu kedokteran, praktik klinis, dan spesialisasi. Kurikulum kedokteran dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam tentang anatomi, fisiologi, patologi, farmakologi, biomedik, dan berbagai penyakit. Praktik kedokteran modern didasarkan pada metode ilmiah yang sangat ketat. Pendekatan para dokter dalam mendiagnosis dan mengobati penyakit bergantung pada EBM (Evidence Based Medicine). EBM adalah konsep dalam kedokteran yang bermakna penggunaan bukti-bukti ilmiah terbaik yang tersedia saat ini dengan hati-hati, eksplisit, dan bijaksana dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien secara individu.

Persaingan Dokter Dan Tabib

Persaingan dan perdebatan antara tabib dan dokter sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Persaingan antara tabib dan dokter adalah fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sejarah, budaya, dan sosial. Berbagai alasan bermunculan yang melatarbelakangi persaingan tersebut. Perbedaan mendasar antara tabib dan dokter ialah cara memandang penyakit dan proses penyembuhan. Antara teknik pengobatannya didukung bukti ilmiah ataukah belum terbukti ilmiah. Selain itu, timbulnya persaingan juga karena upaya untuk mendapatkan kepercayaan pasien, legalitas, dan pengakuan sosial di tengah masyarakat. Dokter seringkali dianggap memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan tabib, yang dapat memicu kecemburuan dan persaingan.

Sinergi dan Integrasi Tabib Dokter

Lalu apakah ada dampak dari persaingan dokter dan tabib ini? Tentu ada. Dampaknya adalah hubungan yang tidak harmonis antara praktisi tabib dan dokter. Juga berdampak pada terjadinya dilema masyarakat dalam memilih pengobatan. Namun di sisi lain, fenomena antara tabib dan dokter juga memberikan dampak positif, seperti timbulnya kesadaran untuk saling bersinergi. Negara Indonesia melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengatur regulasi antara praktik pengobatan dan pelayanan tabib dan dokter. Seperti Permenkes Permenkes No. 61 Tahun 2016 yang mengatur bahwa pengobatan tradisional dapat dilakukan selama memenuhi kriteria keamanan dan tidak bertentangan dengan standar medis. Praktik tradisional harus dilaporkan dan mendapat izin dari Kementerian Kesehatan. Pengobatan tradisional dapat digunakan sebagai pelengkap, namun tidak untuk menggantikan pengobatan medis.


Pilihan Antara Dokter dan Tabib

Lalu sebaiknya bagaimana sikap masyarat dalam memilih pengobatannya? Pilihan antara perawatan medis melalui dokter dan pendekatan alternatif dari tabib, sering kali menjadi perdebatan yang menarik. Kedua pilihan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keputusan masyarakat untuk memilih sangat bergantung pada berbagai faktor seperti jenis penyakit, keyakinan pribadi, dan kebutuhan pengobatannya.

Mengapa masyarakat harus mengutamakan pilihan pengobatan dokter yang berbasis ilmiah? Pengobatan berbasis ilmiah didasarkan pada penelitian yang telah melalui uji klinis, sehingga lebih terjamin bahwa metode atau obat yang digunakan tersebut telah aman dan efektif. Sementara metode pengobatan tabib yang tidak berdasarkan bukti ilmiah yang kuat, berpotensi untuk mengalami kesalahan diagnosis atau perawatan yang tidak efektif. Selain itu, ilmu kedokteran terus berkembang berdasarkan penelitian terbaru, sehingga masyarakat bisa mendapatkan perawatan yang paling mutakhir dan relevan. 

Namun, beberapa orang merasa bahwa pendekatan dokter yang cenderung fokus pada pengobatan gejala daripada akar masalah, membuat perawatan medis modern terasa kurang personal. Ada juga yang berpendapat bahwa pengobatan modern terlalu bergantung pada obat-obatan kimia, yang bisa memiliki efek samping. Sehingga membuat banyak orang memilih untuk beralih ke tabib. Karena mereka merasa bahwa pendekatan ini lebih alami dan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat-obatan kimia.

Paradigma tersebut tidak sepenuhnya benar. Yang benar ialah dokter tidak hanya fokus pada pengobatan gejala, tetapi juga pada mencari akar penyebab dari suatu penyakit untuk memberikan perawatan yang tepat. Dokter terlatih untuk mendiagnosis penyakit berdasarkan gejala dan tanda yang muncul, kemudian menggunakan pengetahuan medis dan teknologi pemeriksaan penunjang untuk menentukan penyebab yang mendasarinya. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyembuhkan atau mengelola penyakit, bukan hanya meredakan gejala. Selain itu, dokter juga akan memberikan saran pencegahan untuk menghindari munculnya kembali penyakit atau kondisi tersebut.

Kesimpulan

Sehingga kesimpulannya ialah antara tabib dan dokter bisa saling berkolaborasi. Namun para tabib atau praktisi kesehatan tradisional harus memiliki izin dan tidak boleh mengklaim bisa menyembuhkan penyakit serius yang membutuhkan intervensi medis. Masyarakat harus bijak dalam memilih jenis pengobatan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan mereka, dan sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis yang berlisensi jika ada keraguan. *) Dokter Spesialis/ Dosen/ Pengurus IDI Jatim/Anggota Kolegium Kedokteran Kelautan

0Comments

Previous Post Next Post