Hisnindarsyah
Pagipagi, aku sudah mendapat WA pertanyaan yang menggelitik dari teman sejawat: Dok, dengan kondisi dunia seperti in yang nampak tak ramah dengan profesi dokter, akankah dokter punah dan alih profesi jadi bankir, politikus atau penjual dawet?. Pertanyaan yang menghentak , yang menbuat jariku tergelitik untuk menari.
Dunia kesehatan, terutama kedokteran , memang sedang dalam ancaman yang cukup serius.
Ada dua hal pokok yang harus diwaspadai dunia medis : Artificial Intelegence (AI) atau kecerdasan buatan dan precision medicine atau pengobatan personal.
Xian Medical Center University sudah mengembangkan tehnik robot dan mesin digital sebagai mesin pengingat dan melakukan tindakan operasi dengan akurasi 99 persen. Ini diawali dengan mengcopas tehnologi AI buatan IBM di awal 2010 yang digunakan untuk mencari referensi kesehatan dari ribuan jurnal, textbook, dan laporan medis, dengan sangat cepat.
Ini tentu menjadi added value karena hal tersebut sangat sulit dilakukan oleh seorang dokter di tengah berbagai kesibukannya menghadapi pasien
Dan sekarang terbukti, perangkat medis saat ini sudah mulai menggunakan teknologi DeepQA dan robot mesin yang mempermudah bukan sekedar mencari referensi terbaru, menentukan diagnosis sesuai dengan algoritma terkini, serta meresepkan obat paling modern dan paling sesuai bagi seorang pasien tetapi juga melakukan tindakan operasi bedah yang minimal invasive.
Dan tehnologi ini mulai dimanfaatkan untuk tehnik steem cell berbasis biomolekuler yang ujungnya dapat menghasilkan cloning di masa depan.
Sangat dahsyat dan tentu berbahaya,bukan ?
Dan tehnik pengobatan "satu untuk semua" akan menjadi sangat usang pada tahun-tahun mendatang.
Sebagai contoh, pengobatan kanker selama ini ternyata tidak bisa memberikan efek yang diharapkan pada semua kasus. Bahkan di majalah BBC Focus, saya pernah membaca bahwa 75% dari semua kasus kanker tidak bisa disembuhkan dengan memberikan obat-obatan yang "biasanya" diberikan pada rata-rata pasien. Seperti kombinasi operasi,kemoterapi dan radioterapi.
Mengapa? Karena ternyata dasar profil genetik dari tiap orang yang berbeda-beda. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kecenderungan metabolisme obat yang lebih tinggi mungkin memerlukan jumlah obat yang lebih banyak atau membutuhkan obat dengan masa kerja yang lebih panjang dari pasien lainnya.
Dengan menggunakan analisis genetik yang lebih personal, seseorang akan bisa mendapat pengobatan yang paling sesuai dan akurat untuk dirinya sendiri.
Di masa depan, bisa jadi kehadiran seorang Biomoleculer Advisory , mungkin akan lebih bermanfaat daripada seorang dokter. Cukup dengan mengirimkan sampel darahnya, seseorang sudah bisa mendapatkan informasi mengenai penyakitnya -- bahkan untuk penyakit yang masih asimtomatik atau tidak bergejala.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana bila sistem AI digabungkan dengan sistem precision medicine/pengobatan personal tadi? Tentu hal itu akan menjadi kemajuan yang sangat besar. Smart car Google dan pesawat drone Taranis sudah ada, lantas apa yang bisa menghalangi para robot untuk mengambil alih dunia medis?
Tetapi ada buku yang menarik yang membuat kita tak perlu pesimis mengenai teknologi-teknologi di masa depan yang berjudul The Design of Future Things, karya Donald A. Norman.
Di dalam buku itu disebutkan bahwa AI memang unggul pada beberapa bidang namun masih kalah di bidang lainnya bila dibandingkan dengan manusia. Secara umum, teknologi AI pada masa kini lebih unggul pada konsistensi dan ketahanan fisik, dimana faktor seperti kelelahan tidak akan dijumpai pada mereka; namun lebih lemah dalam faktor kepekaan dan kecerdasan sosial, imajinasi, dan kemampuan antisipasi.
Selain itu AI masih belum disebut betul-betul "cerdas", karena masih bergantung kecerdasan para pembuatnya -- jadi yang bisa disebut cerdas sebenarnya adalah para pembuatnya tadi.
Mereka juga belum mampu untuk berdialog secara "alami" dengan penggunanya (yang dalam hal ini adalah seorang pasien). Hal tersebut sangat penting dalam proses decision-making di dalam dunia kedokteran.
Selama ini sistem AI yang tersedia di lapangan hanya mampu merespon input yang diberikan oleh penggunanya dengan memberikan output, namun belum mampu memberikan penjelasan terkait output yang diberikannya tadi.
Penulis buku tersebut mengatakan bahwa,
"dua monolog bukanlah sebuah dialog".
Bahwa sebuah keputusan yang dihasilkan tanpa disertai penjelasan yang memadai seringkali tidak dapat dipercayai.
Oleh karena itu tetaplah profesi dokter menjadi profesi dan biarkan artifiacial intelegence dan perkembangan precision medicine sebagai tenaga yang dipakai oleh para profesional dokter.
Tidak ada yang bisa menggantikan empati dan kecerdasan sosial seorang manusia utuh yang berprofesi sebagai dokter. Maka jadilah dokter yang memanusiakan manusia, bukan sekedar robot yang menghamba pada tuan penguasa.
Maka profesi dokter takkan punah !
Karena dokter bukan dinosaurus, tapi berbahaya kalau salah urus ! 😁🇮🇩🙏
Salam renungan dari sekitar petilasan Bromo
Sabtutanggaltua 29.07.2023 😁
Post a Comment