Beberapa waktu yang lalu, ketika masuk Chamber HBOT, aku bertemu dengan 4 orang pasien , sekaligus guru kesabaran dan tak kenal menyerah.
Pasien pertama adalah pasien penderita Gullen Barre Syndrome atau GBS. Sejak 2017, pasien itu hanya bisa menggerakan mata saja. Selama setahun terbaring saja. Lumpuh total. Aku membezoeknya tahun 2018. Nyaris tanpa harapan
Kemarin, ketika masuk chamber, aku terkejut. Ketika berjumpa kembali dengan ybs. Lima tahun kemudian, dia sdh bisa beraktivitas normal. Sejak setahun yang lalu, dia sudah bekerja seperti biasa. Dan saat ini, dia sedang menempuh pendidikan Pembentukan perwira. Masya Alloh.
Dia sempat teringat, bahwa waktu itu, aku yang memberi advise untuk HBOT. Aku sendiri sudah lupa. Memang aku ingat, waktu itu, aku ikut rombongan ibu2 petinggi TNI, beranjangsana.
Dan sempat menjelaskan tentang terapi HBOT manfaatnya bagi GBS. Tapi ya cuma itu saja. Setelah itu, sudah lupa. Entah bagaimana proses lanjutnya, yang pasti aku jumpa hari ini dengannya dalam kondisi yang sungguh luarbiasa.
Pastinya, dia sudah jalani berbagai macam terapi dan ratusan jam HBOT. Masya Alloh.
Never Give Up. Alhamdulillah.
Pasien kedua adalah seorang laki laki , nakes di puskesmas, berusia 58 tahun. Dia diagnosa oklusi arteri vena femoralis kanan. Sumbatan itu membuat aliran darah menjadi tidak lancar. Terutama ke perifer atau ke ujung2 kaki kanan.
Bulan Juni 2021, sudah disarankan untuk amputasi sebatas sepertiga kaki kanan ke bawah. Namun karena kondisi Covid, operasi di tunda. Telapak kaki terutama jari jemarinya sudah mulai menghitam. Kebiasaan merokok berpak pak perhari dan DM, diduga penyebabnya.
Dia nyaris putus asa.
Tiba tiba dia bertemu dengan pasien dengan luka di kaki yang sama dengannya. Dari pasien itu , dia mendapat info tentang terapi oksigen hiperbarik atau HBOT.
Lalu dia melakukan terapi di chamber lakesla Surabaya. Sembari menunggu kepastian tindakan operasi amputasi kakinya.
Yang terjadi berikutnya malah sebaliknya. Setelah terapi ke 30, kakinya lebih sehat dan membaik. Ketika dipanggil untuk tindakan operasi, dokter bedah membatalkannya, karena sudah sembuh. Akhirnya beliau tidak jadi kehilangan kakinya.
Saat ini beliau sudah therapy HBOT sebanyak 69 kali dan masih terus dijalani dengan sabar.
Aku tanya apa kuncinya pak? Beliau jawab sabar, syukur, ikhlas dan never give up. Masya Alloh.
Pasien ketiga adalah seorang prajurit TNI korban penembakan KKB papua. Peluru SS 1menyasar tangan kirinya. Aku sudah bisa membayangkan , kehancuran tulangnya. Sudah dipasang plat ,menurutnya. Hanya jarinya tidak bisa digerakkan.
Setelah 1 bulan terapi, jari tangan kiri sudah mulai bisa bergerak. Dia sangat bersyukur, karena sempat divonis nyaris lumpuh total. Dia tidak paham tentang terapi hBOT itu apa. Yang dia tahu sebagai prajurit adalah loyal, siap melaksanakan perintah itu saja. Dia tidak merasa menyesal atas kejadian ini. Dia pasrah tapi bersyukur atas kondisinya yang lebih membaik.
Never Give Up. Alhamdulillah.
Pasien keempat adalah anak muda usia 32 tahun, bertatto sekujur tubuh, kurus, nampak sangar. Rupanya dia pernah menderita meningitis cerebral 12 tahun yang lalu. Lumpuh total hampir setahun. Dirawat di Moulberne Hospital australia. Saat itu, dia sedang berkuliah di Bisnis managemen di Perth. Dia menduga meningitisnya , berasal dari tatto yang dia pakai saat itu. Asumsinya saja. Setelah hampir 3 tahun terapi, dia berangsur pulih dan bisa beraktivitas.
Sekarang dia hanya menjalani hidup dengan penuh syukur. Dan terapi HBOT, dia dapatkan infonya dari browsing di internet. Apapun untuk sehat akan ditempuhnya. Never Give up!
Sungguh ikhtibar ini penting untuk aku sharingkan terutama pada diriku sendiri. Bahwa sakit itu adalah proses ujian keyakinan atas kemesraan Alloh taala pada hambaNya. Dan jawaban kemesraan itu adalah nikmat yang diberikan pada akhirnya. Buah dari sabar dan ikhlas.
Barokallohu fikum
Prepare chamber hari ke 8 di lakesla Surabaya
08.06.2022
Dokter GeJe bersyukur
Post a Comment