Penanganan penyakit pada zaman kuno cukup banyak petunjuknya. Tidak perlu menengok jauh ke situs sejarah luarnegeri.
Cukup melihat lihat di relief Candi Borobudur saja, sudah terlihat jelas.
Salah satu panil relief Karmawibhangga di kaki Candi Borobudur memperlihatkan seorang laki-laki yang sakit tengah dirawat. (Wikipedia).
Dalam salah satu relief, seorang lelaki nampaknya sakit cukup parah sampai harus ditangani beberapa orang. Ada yang memegang kepalanya, mungkin sedang memijat. Beberapa yang lain memegang lengan dan kakinya. Sementara orang-orang di sekitarnya nampak sedih.
Di panil lainnya, seorang laki-laki lainnya juga sedang diberi pertolongan. Kepalanya dipijat. Perut dan dadanya digosok. Seorang perempuan memegangi obat untuknya..
Beberapa jenis penyakit disebutkan dalam prasasti.
Prasasti Wiharu II (851 Saka atau 929) menyebutkan ada orang yang meninggal dunia karena perutnya membengkak (matya busunga) dan adanya penderita ayan (ayana).
Kendati dalam prasasti tak jelas bagaimana proses mengobati penyakit itu, paling tidak bisa diketahui kepada siapa orang Jawa Kuno mengadu ketika merasa tak enak badan.
Berbagai profesi yang dihubungkan dengan dunia kesehatan disebutkan dalam beberapa prasasti.
Dalam Prasasti Balawi (1305) muncul istilah tuha nambi, yang artinya tukang obat.
Kemudian terdapat istilah kdi (dukun wanita) dan walyan (tabib).Profesi tuha nambi juga muncul dalam Prasasti Sidoteka (1323). Prasasti ini juga menyebut wli tamba atau orang yang mengobati penyakit.
Sedangkan dalam Prasasti Bendosari (1360) disebutkan keberadaan tabib desa.
Dari masa Majapahit lainnya, ada Prasasti Madhawapura, yang menyebut profesi penjual jamu (acaraki).
Penanganan penyakit disebutkan singkat di Pararaton. Saat Prabu Jayanagara menderita penyakit, yang oleh Sejarawan Kanada, Earl Drake dalam Gayatri Rajapatni, diartikan sebagai tumor yang membuat sang raja sulit bergerak.
Seorang Tanca diantar ke kamar tidur raja untuk menyembuhkannya. Setelah beberapa kali mencoba membedah raja tetapi gagal terus. Akhirnya operasi berhasil setelah sang prabu menanggalkan pelindungnya.
Selain lewat operasi, penyakit pada masa itu salah satunya disembuhkan dengan obat.
Rupanya kewenangan mengobati orang sakit pada masa lalu pun tak sembarangan.
Dalam Kitab Agama diatur jika ada orang yang mengobati tanpa memiliki pengetahuan tentang obat-obatan, tanpa banyak mengetahui mantra, tanpa mengetahui soal penyakit, tetapi hanya menghendaki hadiah dari orang yang sakit, orang itu akan diperlakukan bagai seorang pencuri.
“Pengobatan semacam itu tak akan berhasil,” sebut undang-undang dari masa Majapahit itu.
Hukuman berat justru menantinya. Jika dia mengobati binatang, dan binantangnya mati, pelakunya mesti didenda empat kali tiga atak. Sementara jika manusia yang dia obati, dan malah tak sembuh tetapi kemudian mati, dendanya selaksa.
Lalu jika yang diobati seorang brahmana yang kemudian mati, dia bakal diganjar hukuman mati oleh raja yang berkuasa.
Ini sebagian kisah yang ada dalam catatan sejarah tentang pentingnya profesi medis termasuk sangsinya, sejak jaman dulu kala.
Jaman sekarang?
Kita ngopi saja yuk mumpung hujan di minggu pagi telolet telolet
06.02.2022 dokterGeJe
#PatuhiProkesdanvaksin
#Janganabai
#Jangansembarangminumobat
#hanyadokterGeJebukansejarahwan
Post a Comment