Hisnindarsyah Dr dr Mkes MH CFEM
Cedera kepala atau trauma capitis dapat menimbulkan Cedera Otak karena adanya benturan mendadak ( bisa menembus kepala) sehingga mengganggu fungsi otak normalnya.
Cedera otak ringan bisa saja menimbulkan gangguan kesadaran. Sedangkan cedera otak sedang sampai cedera otak berat dapat berakhir dengan kematian.
Trauma Capitis atau cedera kepala (awam: gegar otak) dilihat dari penyebabnya dapat dikategorikan menjadi dua:
trauma benda tajam dan trauma tumpul.
Trauma benda tajam sering mengakibatkan penetrasi tulang tengkorak ke dalam ruang otak hingga ke otak itu sendiri.
Trauma tumpul memiliki dua akibat: memar kulit kepala tanpa menyebabkan keretakan tulang tengkorak atau juga bisa disertai keretakan tulang tengkorak.
Sedangkan ditinjau dari lessi massanya, Cedera otak mengacu pada suatu area di otak yang menimbulkan penekanan.
Yang paling sering adalah hematoma dan kontusio. Hematoma adalah gumpalan darah. Bisa berada di permukaan otak, atau di bawah selaput otak dan bisa juga di dalam otak.
Sedangkan Kontusio adalah memar.
Seringkali memar terjadi di daerah frontal (depan) atau temporal (samping) otak.
Lesi massa tersebut adalah kelainan yang dapat dioperasi. Makin cepat dievakuasi, maka diharapkan kecacatan bahkan kematian dapat dihindari. Temuan lesi massa dapat disertai atau tanpa patah tulang tengkorak.
Ada kelainan lain yang dikenal dengan istilah cedera difus. Kelainan ini adalah gegar otak yang berat dimana kerusakan terjadi hampir disemua bagian otak.
Seringkali disertai edema/ pembengkakan otak yang mengakibatkan kurangnya aliran darah ke otak dan akhirnya menyebabkan efek negatif.
Karena jenis penyebab dan akibat cedera kepala yang luas, penanganan cedera kepala lebih diarahkan berdasarkan kondisi yang ditemui pada pasien diantaranya
(masih banyak parameter yang lain):
1.Tingkat kesadaran, menggunakan skala Glascow (Glascow Coma Scale)
2.Luasnya area yang terkena
Dari dua contoh parameter diatas, dokter mengkategorikan cedera kepala dalam 3 kategori: cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat.
Untuk mendeteksi semua kelainan di atas, pasien akan diperiksa lengkap untuk menyingkirkan kemungkinan cedera di bagian tubuh lainnya.
Kesadaran dinilai dengan skala internasional (Skala GCS) dan seringkali diperlukan pemeriksaan tambahan seperti x-ray, pemeriksaan laboratorium, dan CT Scan kepala.
Hal-hal yang harus dilakukan jika menemui kasus cedera kepala dijalan
1.Setiap pergerakan badan dan kepala, usahakan leher korban dalam keadaan lurus (beri support leher)
2.Hentikan perdarahan kepala segera menggunakan balut yang sedikit ditekan
3.Jika pasien posisi sadar, jangan sekali-kali memberikan minum apalagi makan
4.Jika transportasi telah tersedia, segera bawa ke rumah sakit terdekat
Pembedahan
Banyak pasien dengan kondisi darurat harus segera dilarikan ke ruang operasi untuk menyelamatkan nyawanya. Karena waktu adalah otak, maka semakin cepat otak bebas dari tekanan lesi massa, maka semakin banyak sel otak yang selamat dari kerusakan. Pembedahan dilakukan untuk menghilangkan penekanan pada otak, baik oleh lesi massa maupun oleh pembengkakan pada cedera difus.
Trepanasi atau tulang tengkorak bisa dilepas untuk sementara untuk memberikan waktu dan ruang bagi “angry brain”, rata-rata 1 – 3 bulan. Bila bengkak otak tadi telah terkendali, maka dilakukan pemasangan kembali tulang tengkorak tadi. Pembedahan yang dilakukan dalam waktu cepat mampu menghindarkan pasien dari kecacatan.
Pada pasien usia lanjut, kondisi cedera otak sedikit berbeda, dimana kondisi fisik pasien berpengaruh banyak pada proses penyembuhannya.
Sering lesi massa pada pasien usia lanjut timbul setelah beberapa hari bahkan minggu sejak benturan. Pasien sendiri seringkali lupa dengan riwayat benturan tadi.
Terapi Farmakologi
Hingga kini, belum ada “obat dewa” yang mampu mengatasi cedera otak traumatik. Tujuan terapi di ICU adalah mencegah cedera lanjutan (sekunder) pada otak.
Yang dimaksud dengan cedera sekunder antara lain adalah gangguan oksigenasi, gangguan aliran darah ke otak, suhu tubuh yang tinggi, peningkatan kadar gula darah, dan lainnya yang dapat mengakibatkan perburukan kondisi neurologi.
Penyembuhan/Prognosis
Pasien dengan cedera otak sedang 60% akan mengalami kesembuhan, 25% menderita kecacatan dan sisanya berakhir dengan kematian atau status vegetatif.
Status vegetatif adalah kondisi dimana pasien hanya terbaring di ranjang, tidak mampu melakukan aktifitas hariannya sendiri, seringkali tidak mampu merespon rangsang dunia luar.
Hanya 30% pasien dengan cedera yang berat berhasil sembuh. Sebagian besar lainnya menderita kecacatan yang permanen.
Statistik tersebut di atas, berlaku untuk cedera otak tertutup.
Lebih dari 50% pasien dengan cedera otak tembus, yang sering disebabkan oleh peluru, berakhir dengan kematian karena kerusakan masif yang dibuat oleh peluru. Untuk cedera otak tembus lain seperti tertusuk pisau atau besi di kepala, memiliki resiko infeksi dan akhirnya menjadi kejang atau dikenal dengan istilah epilepsi
Peran terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dalam penanganan cedera kepala
Cedera kepala ringan (CKR)
Cedera kepala ringan meninggalkan memar otak (kontusio) terutama korteks otak. Untuk penyebab trauma tumpul, kontusio dapat juga terjadi di daerah kontra (seberang) dari area benturan akibat mengikuti hukum pergerakan cairan yang berlaku pada ruang tertutup.
Kasus cedera kepala ringan harus selalu dipantau ketat dan dijaga agar kecenderungan menjadi cedera kepala lebih berat dapat dihindari.
Cedera Kepala Sedang sampai dengan Berat .
ditandai dengan adanya spectrum gejala penurunan kesadaran, mual s.d muntah dan bahkan sampai dengan koma. Monitoring yang ketat di ICU mungkin perlu dilakukan.
TOHB memiliki manfaat yang luas pada kasus cedera kepala; diantaranya:
1.Meningkatkan oksigenasi otak
2.Meredakan reaksi radang diotak
3.Memperbaiki mikrosirkulasi otak
4.Mengurangi edema otak melalui efek vasokonstriksi
5.Memperbaiki metabolisme otak
6.Meningkatkan permeabilitas sawar otak
7.Preservasi area otak yang terancam rusak dan mencegah kerusakan lebih lanjut
Pada kasus cedera kepala terdapat mekanisme patologis yang mengakibatkan perburukan kondisi otak yakni hipoksia otak. Jika telah terjadi hipoksia otak, maka respon yang terjadi adalah pembengkakan otak, sehingga hipoksia semakin memburuk. Pada akhirnya menimbulkan kerusakan otak sekunder.
TOHB dapat digunakan pada fase akut CKR yang stabil dengan tersedianya alat-alat monitoring kehidupan didalam chamber.
Namun Jika kondisi pasien tidak memungkinkan, misal adanya muntah, penurunan kesadaran cepat TOHB sebaiknya ditunda.
Penelitian-penelitian mengenai TOHB pada kasus cedera otak lebih banyak memberikan manfaat pada kondisi sebagai berikut:
1) Tekanan diberikan pada 1,7 – 1,9 ATA,
2) Pasien dalam keadaan sadar,
3) Tekanan dalam kepala (intracranial) normal, 4) TOHB sebaiknya dilakukan setelah operasi pengangkatan hematom (gumpalan darah)
Referensi;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499535/
http://repository.ump.ac.id/5548/2/Arief%20Hidayat%20BAB%20I.pdf
https://id.scribd.com/document/427453003/Terapi-Oksigen-Hiperbarik-Dapat-Menginduksi-Angiogenesis-Dan-Regenerasi-Serat-Saraf-Pada-Pasien-Cedera-Otak-Trauma
Post a Comment