Hisnindarsyah
Antibodi itu merupakan senjata yang tersusun dari protein dan berfungsi melawan sel-sel asing yang masuk ke dalam tubuh.
Ibarat pasukan militer, senjata ini diproduksi oleh sel-sel B yang dianalogikan sebagai prajurit dalam sistem imun.
Antibodi memiliki dua fungsi utama.
Pertama, mengikatkan diri kepada sel-sel musuh yaitu antigen dan virus penyebab penyakit. Selanjutnya menandai atau memberi marker. Agar bisa dibedakan antara benda asing dengan sel diri sendiri.
Kedua, setelah antigen itu dimarker/ditandai, maka dilakukan pembusukkan struktur biologi antigen. Akibatnya antigenpun hancur.
Tubuh manusia mampu memproduksi berbagai antibodi yang sesuai dengan musuh (antigen) yang akan dihadapinya.
Jika terdapat benda asing yang masuk, maka tubuh menciptakan antibodi khusus yang cukup kuat untuk menghadapi benda asing tersebut.
Ada lima jenis antibodi yaitu: immunoglobulin A (IgA), immunoglobulin E (IgE), Imunoglobulin D( IgD), immunoglobulin M (IgM), dan immunoglobulin G (IgG).
Pemeriksaan antibodi IgA biasanya dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis gangguan pada sistem imunitas tubuh. Pemeriksaan antibodi IgE dilakukan untuk mendeteksi penyakit alergi dan infeksi parasit.
Lalu, apa itu IgM dan IgG yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19?
Tubuh akan memproduksi antibodi IgM saat orang pertama kali terinfeksi bakteri atau virus sebagai bentuk pertahanan pertama tubuh dalam melawan infeksi.
Kadar IgM akan meningkat dalam waktu 3-14 hari saat terjadi infeksi dan kemudian kadar IgM akan menurun.
Lalu prosesnya digantikan oleh antibodi IgG yang akan muncul pada hari ke-7 hingga 15 sampai infeksi tersebut hancur atau musnah.
Karena itu, hasil pemeriksaan IgM dengan nilai yang tinggi dianggap sebagai tanda adanya infeksi yang aktif.
Dalam hal pemeriksaan skining Covid-19, terdapat dua metode serologi pemeriksaan antibodi yang digunakan.
Metode pertama yaitu melalui metode tetes spesimen darah yang dikenal dengan nama Rapid Test Antibodi. Metode kedua yaitu pemeriksaan kadar antibodi terhadap Covid-19 melalui alat mesin yang canggih dengan prinsip ECLIA (Electrochemiluminenscence Immunoassay) menggunakan pancaran cahaya untuk deteksi antibodi spesifik terhadap Covid-19.
Keduanya termasuk dalam tes cepat dan sama-sama menggunakan spesimen darah dalam melakukan pengecekan antibodi.
Kedua metode tersebut juga memiliki cara kerja penentuan adanya virus, yaitu dengan mencampurkan antigen virus (dalam hal ini antigen spesifik Covid-19) sebagai pemicu peningkatan antibodi yang ada di spesimen darah manusia.
Dalam alat obat tetes, antigen dan spesimen darah disatukan dan jika seseorang terserang virus tertentu, maka akan terjadi peningkatan kadar antibodi yang ditunjukkan dengan munculnya tanda garis pada alat.
Pemeriksaan skrining Covid-19 menggunakan alat tetes ini harus dilakukan secara berkala untuk memastikan saat yang tepat ketika antibodi IgG terbentuk di dalam tubuh.
Biasanya pada hari ke-7 seseorang terpapar Covid-19.
Hasil pemeriksaan ini dikeluarkan sangat cepat, hanya dalam waktu 1 jam dan laporan pemeriksaan laboratorium bisa dikirimkan kepada pasien dalam waktu 1x24 jam.
Pemeriksaan yang dikenal dengan nama Rapid Test Antibodi IgG dan IgM ini menggunakan metode immunochromatography dan menggunakan sampel serum dan plasma.
Sedangkan, pemeriksaan kadar antibodi spesifik Covid-19 menggunakan mesin sensitivitasnya lebih tinggi (bisa hingga 100 persen) karena di dalam mesin akan terjadi proses pencucian sehingga hanya tersisa komponen antibodi yang akan menempel bersama label pewarna terhadap antibodi spesifik Covid-19.
Namun, hasil pemeriksaan ini membutuhkan waktu hingga maksimum 1x24 jam sehingga laporan pemeriksaan dapat diberikan pasien dalam waktu 2x24 jam.
Pemeriksaan yang dikenal dengan nama pemeriksaan serologi ini menggunakan metode immunochemiluminescent, dikerjakan di alat mesin imunologi dan sampel yang dipakai dari darah serum.
Editor: Hisnindarsyah Dr dr Mkes MH
Slide: bu Maufiroh Nurhidayah
Makasih pertanyaan Gus Eeman Higetoshi , yang bikin saya baca baca lagi.
Post a Comment