Hisnindarsyah
Setiap moment hari kelahiran Pancasila, aku dan relawan YBSI, memperingatinya dengan
cara unik. Bukan dengan upacara bendera sambil membaca sila sila Pancasila.
Tapi langsung saja mengamalkannya.
Karena sila sila Pancasila itu, bukan sekedar untuk diingat. Dipahami. Atau dikerjakan. Tapi harus juga diamalkan.
Makna pengamalan itu, lebih tinggi dari sekedar paham atau melaksanakan saja. Tapi amal ini berkonstektual dengan nilai ibadah. Sehingga siapa saja yang mengamalkan Pancasila. Hakekatnya dia sedang mengerjakan proses pengabdian kepada Alloh Taala. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kali ini, aku bersama relawan YBSI yang dikomando ketua YBSI Virly Mavitasari, turun berikthtiar mengamalkan nilai nilai Pancasila di Kampung 1001 Malam Dupak Surabaya.
Dari namanya saja sudah unik. Tapi jangan dibayangkan bahwa kampung itu sama dengan negeri 1001 malamnya Abunawas dan Khalifah Harun Al Rasyid. Yang penuh pesona dengan kemegahannya.
Kampung 1001 Malam Dupak ini justru berkebalikan dengan itu semua.
Memang seperti hal yang mustahil.
Ditengah hiruk pikuk geliat pembangunan kota Surabaya yang sangat masif.
Jalan, trotoar, gorong-gorong, tempat wisata, taman kota membuat Kota Pahlawan menjadi salah satu icon kota ternyaman di dunia.
Apalagi jika melihat keasrian hijau pepohonan dan gedung tinggi diselingi kelap-kelip lampu nan indah menawan.
Namun bagai Dejavu.
Kampung 1001 Malam sangat jauh dari nyaman.
Sempat aku bertanya mengapa daerah ini disebut demikian?
Mereka menjawab, " ketika orang lain merasakan pergantian antara gelap-terang, cahaya dan gulita, siang dan malam.
Di kampung ini yang ada hanya gelap, gulita dan malam. Karena kami berdiam dibawah tol dupak ini, dengan cahaya temaram dan terang yang kurang ."
Aku tak mampu berkata kata. Mendengar penjelasan mereka.
Kusaksikan sendiri, mereka bertahan hidup di gubuk kecil. Beristirahat dari kerasnya kehidupan di bawah kolong tol. Pencahayaan yang kurang membuat kampung yang terletak di Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, kawasan Surabaya Utara ini disebut Kampung 1001 malam.
Di bawah jembatan tol terdapat kamar yang bersekat-sekat. Ditemani lampu yang temaram dan udara yang pengap.
Di samping kamar dengan cat yang memudar, ada kompor kecil untuk memasak makanan. Piring dan peralatan dapur lainnya, dibuat seadanya di samping kamar.
Dari kamar beralas tikar dan kasur kecil, para warga Kampung 1001 malam ini bercengkrama dengan keluarga.
Seolah menjadi teman, kebisingan jalan tak mempengaruhi kehangatan mereka. Mereka butuh tempat melepas penat usai bekerja keras.
Posisinya persis di pinggiran bsungai bermuara ke Bozem Morokrembangan, mereka harus menyeberang untuk menuju kampung sebelah. Yang letaknya di Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Surabaya Utara .
Bertarif dua ribu rupuah sekali menyebrang .
Selain menggunakan perahu, bisa juga menggunakan sepeda motor. Masuk lewat jalan sempit dan tak rata dari Jalan Lasem.
Ada lagi yang unik. Pintu masuk Terowongan Mina namanya. Yaitu gerbang pintu masuk yang tingginya kurang dari dua meter tinggi. Karena dibatasi oleh jalan tol yang tepat ada di atasnya.
Yang lewat harus menuntun motornya menyusur terowongan sepanjang kira-kira 50 meter.
Mengapa disebut Terowongan Mina?
Sigit Santoso salah satu tokoh muda disana menjelaskan karena seseorang yang melintasinya harus sopan dengan menundukkan kepala. Kesopanan 'yang dipaksa' karena kalau tidak kepala akan terbentur beton jalan tol di atasnya. Tapi punya nilai adab tinggi. Karena kita harus santun pada penderitaan orang, dan bukan santun pada pembuat penderitaan orang. Siapa itu, ya diriku sendiri dan kita semua ysng harus bertanggung jawab atas kesulitan hidup mereka.
Kampung 1001 Malam ini dihuni sekitar 110 KK dan 500 jiwa. Jumlah yang tidak sedikit. Sigit Santoso dan istrinya Wati yang menjadi koordinator wilayah sekaligus koordinator lapangan kegiatan YBSI menjelaska bahwa kampung ini sudah ada sejak tahun 1988, sebelum jembatan tol Dupak-Gresik dibangun.
Awalnya ada kesan buruk yang sempat menempel pada kampung ini. Pasalnya, kampung ini dikenal sebagai tempat 'bajing loncat'.
Namun seiring berjalannya waktu, kesan buruk itu menghilang.
Kini, rata-rata mata pencahariannya sehari-hari warga Kampung 1001 malam sebagai pemulung, pengemis, pengamen, kuli bangunan, tukang becak, dan buruh kasar.
Walau hidup di tengah keterbatasan, warga di Kampung 1001 malam sangat ramah.
Mereka " Grapyak", ungkapan untuk pribadi yang mudah akrab. Dalam beberapa saat aku mengenal bu winarni yang pemulung turunan, atau bu prapti yang tukang nasi. Juga pak Muhri tukang becak.
Kami bertemu , bercakap akrab. Sembari memberi kesembatan relawan YBSI dan GenCorp Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Airlangga memberikan edukasi tentang cara cuci tangan, Promkes 5M di era pandemi Covi19.
Dan ternyata, lebih mudah mengatur mereka. Mèreka sangat kompak, mau berbagi dan tidak mementingkan diri sendiri.
Mereka mau duduk berjarak, mengikuti acara sampai selesai. Dan lincah bersemangat menjawab tentang pandemi covid19.
Meski banyak yang salah.
Tapi tidak mengapa. Karena semangat berusaha menjadi baik itu lebih baik.
Daripada dengan sadar berniat dan berlaku tidak baik. Dan ngotot mengatakan dirinya paling benar dan paling baik.
Mereka tidak berebutan saat dilaksanakan pemeriksaan kesehatan. Dan ketika mereka mendapat sembako 1 paket, ternyata tidak untuknya sendiri.
Aku mencoba mengeksplorasi dengan menanyakan untuk apa sembakonya?
Salah satu dari mereka yang tak kukenal namanya menjawab, " ini badhe kulo betho( ini akan saya bawa) dan kulo bagi kaliyan tonggo kulo sing mboten saget ikut karena tasih mulung ( dan saya bagi dengan tetangga saya yang tidak bisa ikut karena masih mulung) Anaknya cacat. Wonten susu niki, badhe kulo paringaken( Ada susu ini akan saya berikan)".
Sungguh inilah keteladanan berbagi , peduli dan amal yang sangat dashyat. Orang kaya memberi orang miskin, itu biasa.
Tapi orang yang tak berpunya, mau berbagi dan peduli pada tetangga yang juga tak berpunya? Itu dashyat dan keren. Tanpa diajari Pancasila, mereka sudah Pancasilais sejati.
Trenyuhku jadi bangga dan optimis. Ternyata masih banyak yang mengamalkan Pancasila dengan tulus. Bukan karena fulus hehehe.
Rasa rasanya, kita perlu belajar ber Pancasila dari kampung 1001 Malam Dupak Surabaya.
Selamat hari lahir Pancasila 01 Juni 2021.
Merdeka!
Bozem morokrembangan 31 mei 2021
DokterGeJe Hisnindarsyah
https://youtu.be/Ts1U5DGqEcY
Post a Comment