Oleh Hisnindarsyah
Hari ini kurang sehari 17 Ramadhan tahun 1442 Hijriyah
Saat dimana ayat pertama Al Quran diwahyukan.
Iqra` bismi rabbikallażī khalaq
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan
Demikian firman Alloh pertama diturunkan
Pada kekasihNya Rasulluloh SAW
Dan dihari yang sama
Aku berdiri di mimbar masjid Al Furqon, selepas sholat isya
Untuk memberi kultum atau ceramah agama.
Dan aku menolak istilah itu.
Mengapa? Karena aku sadar.
Aku bukan ustadz, Dai, kiyai apalagi ulama
Aku bukan siapa siapa. Bukan apa apa.
Hanya seujung kuku ilmu agama yang aku pahami.
Tak banyak ayat dan hadist yang bisa aku sampaikan
Karena pendidikan pesantrenku memang beda.
Bukan Gontor, Tebu ireng, Lirboyo, Tremas, Sidogiri atau Tambak beras
Pondokku adalah pondok Al Jalanilyah
Pesantren Jalanan.
Yang lepas dari diktum , dogma dan aturan kepesantrenan.
Jadi apa bisa bertanggung jawab jika bicara agama?
Jadi, lebih baik mengaku kalah ilmu, kalah sanad dan kalah nasab dari awal
Dari pada merasa jumawa tapi malah menyesatkan.
Tapi kondisi mengharuskan aku tampil ke mimbar. Baiklah.
Tapi dengan syarat
Aku tampil bukan sebagai kiyai atau ulama
Tapi sebagai petugas kebersihan
Tukang sampah, bahasa kerennya.
Yang menyapu kotoran ampas buangan orang
Dan kadang kesal dengan perilaku mereka yang nampak seperti terpelajar
Tapi etika dan adabnya sangat jauh dari perilaku manusia dan kemanusiaan.
Membuang sampah semau gue aja.
Memang pendidikan tidak menjamin seseorang menjadi manusia yang bernilai. Meskipun pendidikan tetap penting sebagai pengakuan keilmuan. Tapi bukan pengakuan terhadap kemanfaatannya.
Dan kali ini tukang sampah ini mengingatkan agar taat aturan: buang sampah pada tempatnya
Dihubungkan dengan kondisi pandemi ini, tukang sampah mengingatkan : patuhi protokol kesehatan 5 M dengan sungguh sungguh.
Saat ini trend kenaikan pasien Covid terus meningkat, terutama di wilayah Kepri.
Salah satunya karena pemahaman jika sudah di vaksin, berarti bebas tanpa masker, bikin kerumunan, tak penting jaga jarak. Dan cuci tanganpun , jika akan makan. Selebihnya, terserah. Emang gue pikirin.
Sungguh miris dan sedih.
"Kami sudah lelah menghadapi Covid. Jika harus mati karena Covid, ya terserah mati saja. Mungkin lebih baik".
Iya itu pendapatmu
Tapi orang lain, belum tentu pingin mati dan ikut ikutan tidak peduli
Lalu jika dia tertular karena dirimu yang cuek dan masa bodoh. Menjadi sumber pembawa Corona.
Sehingga membuat orang yang masih ingin hidup, harus kehilangan nyawanya.
Disitu akal sehat, kewarasan dan nurani anda, aku pertanyakan. Dan aku ragukan!
Tukang sampah pun, akhirnya bicara di mimbar
Mungkin kata dan pilihan kalimatnya ,
super ' nyampah'.
Tapi sudah tertunaikan , sebuah amanah.
Sambil berdoa, semoga apa yang kusampaikan menjadi manfaat. Bukan membuat tersesat.
Aku beristigfar terus .
Mohon ampun pada Alloh atas kenekatanku naik mimbar.
Semata karena keprihatinan, trend Covid naik tajam. Sehingga mengubah 90 persen wilayah kepulauan Riau, memerah zonanya.
Lepas dari itu semua
Saat paling bahagia adalah ketika sejumlah anak kecil mengelilingiku. Selepas tarawih.
Meminta tanda tangan ' si tukang sampah". Pada kolom : penceramah.
Ada yang bertanya" Corona itu apa ustadz?".
Lalu aku jawab sambil tersenyum, " corona itu adalah zat yang dicipta Alloh agar manusia menjadi lebih taat pada aturan, mau beramal sholeh dan sabar".
Siapa yang hafal surah Al Asyr. Berebut mereka menjawab. Dan disitu aku merasa cahaya agama Islam, takkan redup sampai akhir zaman.
Wallohu'alam bisshowab
Masjid Al Furqon Batu 8, 17 Ramadhan 1442H/2021M
#dokterGeJeberdoa
#Covidbelumusai
Post a Comment