Kembali bercerita tentang kodak. Tapi bukan pak malin kodak. Tapi tentang juru kodak keliling alias tukang potret keliling.
Namanya pak pande. Tukang potret keliling di sekitar masjid termegah di Sumatera Barat. Tepatnya di tengah kota Padang. Masjid raya Sumatera Barat.
Sebelum bercerita tentang pak pande " si tukang kodak keliling" tapi menenteng kamera Nikon tua yang sudah kusam. Menarik juga jika mempelajari gagasan pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat ini.
Mengapa? Karena designnya unik. Tidak seperti masjid raya kebanyakan. Yang berbentuk kubah. Masjid Raya Sumbar malahan berdesign rumah adat Minangkabau. Masjid tanpa kubah satu satunya yang aku tahu. Sejak aku meniatkan diriku di tahun 2005, bahwa jika aku harus bermuhibah, maka semata karena ingin melihat masjid raya ditempat tujuanku. Niat itu terijabah. Dari doa itu, perjalananku di dalam dan luar negeri, selalu yang kujumpai adalah masjid. Bukan pub, diskotek atau karaoke. Seperti perjalananku ke Padang kali ini.
Istriku Virly Mavitasari, sebelumnya sudah pernah ke Padang. Tigabelas tahun yang lalu, tepatnya tahun 2007, saat terjadi gempa Padang. Bersama tim YBSI, hampir sebulan istriku yang juga ketua YBSI bersama 10 tim medis YBSI berkeliling membantu korban gempa. Mulai Padang, Bukit tinggi hingga menyebrang ke Mentawai.
Sehingga perjalanan dinasku kali ini, seperti mesin waktu yang diputar. Karena begitu banyak kenangan duka dan berat, saat tahun 2007. Dan istriku bisa bercerita tentang tempat terjadinya gempa, kondisi saat itu dan apa yang terjadi saat ini. Aku tidak perlu guide, karena istriku bisa dengan jelas, menerangkan kota Padang dari sisi yang berbeda.
Termasuk tentang masjid Raya Sumatera Barat ini. Yang idenya bergulir sejak 2005. Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menganggap Padang selaku ibu kota tidak memiliki masjid yang representatif untuk menampung jemaah dalam jumlah banyak. Dorongan untuk membangun "masjid raya" menguat, walaupun terdapat Masjid Nurul Iman yang berukuran besar di Padang.
Pembangunan masjid raya Sumatera barat ini sebetulnya berawal dari kunjungan Presiden SBY dan PM Malaysia Abdullah Badhawi pada bulan Januari tahun 2006, untuk melakukan pertemuan bilateral. kesulitannya adalah mendapat mesjid yang representatif di bulan Januari 2006, Saat itu, panitia kebingungan mencari masjid yang tepat bagi kedua kepala negara untuk melaksanakan salat Jumat. Akhirnya dipilih lokasi Masjid Agung Tangah Sawah di Bukittinggi. Peristiwa ini disebut menjadi pelecut bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk membangun Masjid Raya Sumatra Barat.
Sewaktu pemilihan lokasi, sempat muncul usulan agar masjid baru dibangun di lokasi Kantor Gubernur di Jalan Sudirman. Namun, karena alasan nilai historis gedung tersebut, disepakatilah lokasi di Jalan Chatib Sulaiman, menempati area seluas 40.343 meter persegi.
Awalnya, area ini merupakan lokasi Sekolah Pembangunan Pertanian (SPP) Padang. Namun dipindah ke lokasi baru di Lubuk Minturun.
Pada 2006, pemerintah provinsi Sumbar menggelar sayembara membuat rancangan masjid. Hasil sayembara yang diikuti oleh 323 peserta dari berbagai negara. Dengan 71 desaign dimenangkan oleh tim yang dipimpin arsitek Rizal Muslimin.
Hanya rancang bangunnya , menimbulkan kontraversi. Rancangannya bangunan persegi yang alih-alih berkubah tapi justru membentuk gonjong. Rumah adat Minangkabau, dengan cirikhas tanduk kerbau.
Polemikpun terjadi. Terjadi protes keras dari DPRD Sumbar. Deadlock. Pembangunan belum juga dimulai.
Namun alam berkata lain. Terjadilah gempa bumi pada 13 September 2007. Menurut istriku, daerah yang dijadikan areal masjid saat ini, dulu penuh dengan sekolah dan lembaga bimbingan belajar. Semua hancur dan rusak berat karena gempa.
Di tengah kondisi beralihnya fokus publik pada gempa, Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat pada 21 Desember 2007.
Dan tahun 2012, dilakukan peresmian ditandainya dengan Sholat jumat pertama di Masjid Raya Megah nan unik tersebut. Istriku pun sepakat dalam pembicaraan di mobil, jika tempat tersebut dijadikan masjid. Karena banyak korban yang terjebak reruntuhan dan wafat di tempat.
Dengan adanya Masjid, maka insya Alloh, para syahid karena gempa selalu dihadirkan dalam doa.
Demikian kisah Masjid Raya Sumatera Barat Nan Unik.
Dan tentang pak Pande, aku senang karena dia selalu tersenyum ramah. Dia tidak menawarkan diri, untuk memfoto kami. Hanya memandang sambil tersenyum. Kami memang sepakat, dimanapun di lokasi wisata kami berada, pasti kami akan manfaatkan jasa tukang kodak . Walau ada kamera hp. Kami anggap sebagai jariah saja.
Lalu aku panggil dia untuk memfoto kami. Rupanya langkah kakinya, mulai ter tatih. Kaki kirinya pernah patah. Setelah berfoto dan berkenalan nama, selalu aku sempatkan berdialog.
" kaki bapak kena apa? ".
Tanyaku.
"patah pak, dulu tertimpa tembok sekolah, saat gempa. Saya penjaga sekolah. Sejak gempa, saya menjadi tukang kodak keliling ", katanya sambil tersenyum.
" Keluarga bapak? ". Tanyaku
" istri dan seorang anak saya wafat saat gempa. Jadi saat ini saya sendiri. berkeliling saja, mencari nafkah dengan seperti ini", ceritanya datar sambil tersenyum dan memulai mencuci film dengan cara Jadul. Bukan dengan komputer.
Masya Alloh.
" khan banyak kamera hp, bapak tidak takut tidak dapat rejeki pak? " , tanyaku.
"Saya justru takut kalau hasil foto saya , tidak memuaskan pelanggan. Karena saya menjadi tukang kodak ini, sebagai upaya mencari nafkah secara halal dan sebagai ibadah pada Alloh ta'ala. Kalau bekerja karena Alloh, kita khan harus berbuat sebaik baiknya ya pak. Itu pikiran saya . Maaf saya kalau salah..Saya cuci dulu.foto bapak ini yang mohon menunggu sebentar". Kata beliaun, tetap sambil tersenyum.
Ya Alloh. Seorang guru lagi aku temukan. Walau seorang Mat Kodak. Dia ajarkan aku untuk hidup dan bekerja sebaik-baiknya. Dengan cara halal.
Semata karena ibadah pada Alloh Ta'ala.
Sudahkah aku melakukan hal seperti itu?
Aku menunduk malu dan beristigfar. Betapa rendahnya diriku didepan pak pande " Mat Kodak " Masjid Raya Sumbar.
Apalagi diriku di hadapan Alloh SWT.
Astagfirullohaladzhim.
Chatib sulaimain 13.10.2010
Hisnindarsyah
Dokterblangkonputih
Post a Comment