Saat masuk ke sebuah losmen murah, bergaya etnik , di daerah kota lama Istambul. Seorang pria yang sangat tua , nampaknya pemilik losmen, menyambutku datar.
Hari sudah hampir gelap, tapi lukisan semi foto hitam putih, tampak jelas di belakangnya. Berdampingan dengan bendera Turki. Sangat menarik perhatianku.
" Siapa itu?", tanyaku dalam bahasa Inggris tentunya. Dia hanya memandangku sebentar. Datar. Lalu melanjutkan kegiatannya. Menulis dataku.
Aku semakin penasaran. Seorang berwajah dingin, dalam lukisan mosaik. Semi foto, hitam putih. Memakai topi khas turki. Berjuntai diujungnya. Mirip topi Aladdin. Dan dikemudian hari, aku mengetahui, sebagai topi tradisional turki. Disebut Fez.
Aku tau topi itu. Tapi aku penasaran dengan pria di lukisan semifoto hitam putih itu
Kembali aku bertanya, " Tuan, aku tertarik dengan lukisan foto itu. Bolehkah tuan jelaskan siapa dia? Presiden? Atau tokoh Turki?".
Perlahan dia membuka kacamatanya. Dia letakkan penanya. Lalu dengan wajah serius. Dalam bahasa Inggris, yang terpatah patah, dia berkata " Anda ingin tau siapa dia? Okey. He is a Crazy Man. A Sick man. Someone who made the Turks not know themselves. we are moslem. And we were made to suffer from it He is Crazy man. And the crazy man made us , being a sick country".
Aku terkejut , terperangah mendengar jawaban itu. Terkejut hebat.
Jawaban yang lahir dari luka yang mendalam. Kekecewaan yang menumpuk. Amarah yang terpendam sangat lama. Dari seorang pria tua, di losmen etnik berjaman usia. Yang tahu dengan pasti, sejarah dan segala cerita yang tersimpan. Di lorong lorong kota tua Istambul ini.
Seorang sakit, yang foto lukisannya dipasang berdampingan dengan bendera Turki? Why? Who?.
Aku belum mendapatkan jawaban, namun aku putuskan untuk diam. Sembari menikmati malam di losmen antik. Yang pemanasnya masih dari tungku berkayu bakar. Dengan aliran panas kemerah merahan. Nampak terlihat, melewati pipa pemanas berulir. Termasuk perabot dan bath up, masih bergaya unik, etnik. Di akhir november, Turki sudah mulai masuk musim dingin. Pemanas antik juga ranjang unik, menjadi teman kami, menikmati kota tua Istambul nan indah dan cantik.
Namun lagi lagi semua itu, tak mampu menghalau rasa penasaranku pada " mosaik semi foto hitam putih pria bertopi fez".
Esok harinya, penjemputku tiba. Seorang sahabat, juga ustadz hafidz Qur'an asli Garut. Ustadz Firman namanya. Seorang guru di madrasah Suleymaniyeh. Madrasah yang mencetak ribuan hafidz Quran. Bukan setiap tahun. Tapi setiap tiga bulan. Masya Alloh.
" Ustadz, siapakah pria bertopi fez itu? ", tanyaku pada ustadz Firman. Lalu dia menjawab " Itu adalah Mustafa Kemal Attaturk. Bapak modernisasi sekaligus sekularisme Turki. Yang membuat kekhalifahan Ottoman, berakhir".
Betapa terkejutnya aku , mendengar jawaban itu. Dia pun melanjutkan. Baru saja di bulan Juli, ada usaha kudeta pada Presiden Erdogan. Yang dilakukan oleh kelompok militer Turki. Tapi berhasil digagalkan. Karena hampir seluruh rakyat Turki, turun ke jalan. Kompak. Membawa bendera Turki. Dan meneriakkan "Jangan Ganggu Erdogan. Karena dia adalah kami". Sembari membawa Al Qur'an dan berikat kepala kalimat syahadat. AlQur'an, Bendera Turki dan Ikat kepala kalimat Tauhid.
Menurutnya, Erdogan adalah presiden sipil pertama yang berkuasa atas militer di Turki. Dan ini sangat mengganggu " ego" dan supremasi militer Turki, terhadap kelompok sipil. Apalagi gerakan Erdogan , diangggap mengkhianati komitmen Sekularisme ,yang dianut Turki selama ini.
Erdogan seorang alumni madrasah Imam Hatip, madrasah satu satunya yang dibiarkan ada semasa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk.
Dan di masa Presiden Erdogan inilah , madrasah Tahfidz Qur'an, terbangun dimana mana. Salah satunya adalah Suleymaniyeh. Yang sudah membuka cabang di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini, profesi sebagai ustadz atau guru madrasah di Turki, tidak kalah bergengsi dan menjanjikan secara finansial. Karena negara menggaji dengan sangat layak. Sehingga, banyak dokter , insinyur dan ahli lingkungan, yang juga berprofesi sebagai ustadz di madrasah Suleymaniyeh.
Disisi lain, Erdogan sebagai seorang pemimpin sipil, punya ketegasan dan keberanian, yang mungkin mengalahkan sosok militer. Manakala Islam dan kebangsaan Turki, diganggu dan " terganggu". Tak segan dia memberlakukan hukum syariah Islam , pada pelaku kejahatan. Seperti kriminalitas, apalagi terorisme.
Jadi wajar jika banyak rakyat Turki yang mencintai dan mendukung Erdogan. Meskipun ada sebagian orang , yang menganggapnya sebagai pemimpin yang otoriter dan diktator.
Aku hanya bisa terkesima. Mendengar cerita ini. Tidak tahu harus bicara apa. Karena aku tidak tau tentang perpolitikan. Termasuk tentang dinamika perseteruan agama dan politik dunia global.
Lalu aku bertanya, " Adakah keinginan pemerintah Turki, mengembalikan kejayaan dinasti Ottoman? Membangun kekhalifahan? ".
Ustadz Firman menjawab, " ide kekhalifahan itu, ada. Tapi bukan muncul dari Presiden Erdogan atau pemerintah Turki. Mereka yang membawa ide ini, justru berusaha melawan pemerintah. Mereka dianggap radikal dan teroris. Sehingga pemerintah Turki, tegas menangkap kelompok yang berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah. Entah militer maupun sipil. Apapun tujuan dan label yang dibawa oleh kelompok pemberontak. Pasti akan ditindak tegas. Erdogan terpilih melalui pemilu demokratis pertama Turki tahun 2014. Sehingga, ketika ide kekhalifahan muncul, pasti bertentangan dengan konsep demokratis yang dipilih bangsa Turki.
Saat ini di Turki, Islam dan nasionalisme, sudah dikembalikan marwahnya, oleh Presiden Erdogan".
Aku hanya bisa menyimak penjelasannya. Sambil melihat, banyaknya orang yang berlalu lalang. Membawa bendera Turki. Bahkan ada yang mengecat sbgn tubuh dan wajahnya, dengan warna bendera Turki.
Awan di langit Turki, sungguh nampak cerah. Meski udara dingin , tetap menyusup. Namun merpati perdamaian , terus berterbangan indah. Di pelataran masjid dan gereja , sepanjang selat Bosphorus. Bersamaan dengan adzan yang berkumandang di Masjid Biru, Sultan Mehmet II.
Tapi sayangnya, saat itu tidak ada kumandang adzan di Hagia Sophia. Bangunan yang berulang kali berubah fungsi, mulai dari Gereja hingga Mesjid. Dengan sejarah ribuan tahun. Namun akhirnya, dirubah menjadi musium di tahun 1935 , oleh Mustapa Kemal AtTurk. " The Sick Man who made The Sick Country: Turki".
Namun akhirnya, empat tahun kemudian, 11 Juli 2020. Atau 85 tahun , setelah dirubahnya Hagia Sophia , menjadi musium. Adzan kembali berkumandang di Hagia Sophia.
Seakan menjadi penanda waktu, bahwa "The Sick Country" telah sembuh. Telah sehat kembali. Setidaknya, semangat dan alur pikir rakyatnya. Telah siap. Untuk mengembalikan apa apa yang dulu pernah dihilangkan, dimusnahkan. Dengan alasan modernisasi dan sekularisme.
" Mulai saat ini, masuk ke Hagia Sophia, tidak perlu membeli tiket, tapi dengan berwudhu" Demikian pesan Presiden Turki Reccep Tayyeb Erdogan.
Semoga dengan difungsikannya Hagia Sophia sebagai Masjid, akan menyembuhkan luka sejarah sebagian besar masyarakat Turki, khususnya. Dan masyarakat dunia Islam, umumnya.
Termasuk menyembuhkan luka hati, pria tua pemilik losmen di kawasan kota tua, Istambul.
Negeri Gurindam XII, Sabtu 11.07.2020
Selasar musholla RSAL Midianto, bakda magrib
*)penulis
Dokter emergency dan hiperbarik
KandidatDoktor Manajemen
Praktisi hukum kesehatan-kesehatan militer
Member ICMM, MAEM, MASTEM, PERDOHI
Penikmat kuliner, traveling dan heritage
-----------------------------------------------------------------------
#Repost
Hari ini, 15 Juli 2020, tepat 4 tahun peristiwa percobaan kudeta di Turki.
Safiye Bayat, Simbol Perlawanan Wanita Turki Menghadapi Kudeta 15 Juli
Ketika berita kudeta tersiar, rakyat Turki bergegas turun ke jalanan untuk membela demokrasi. Di antara mereka adalah Safiye Bayat. Ibu dua anak berusia 34 tahun ini merupakan salah satu dari orang-orang pemberani yang membela demokrasi.
Setelah meninggalkan rumahnya sekitar tengah malam, Safiye bergabung dengan sekelompok orang yang menuju Jembatan Bosporus, salah satu dari tiga jembatan yang menghubungkan kedua sisi Istanbul yang berada di bawah kendali komplotan kudeta.
Setelah berjalan selama beberapa jam, dia tiba di jembatan, lalu menuju ke tempat di mana tank-tank itu diparkir. Tanpa rasa takut, dirinya berjalan ke arah para prajurit yang mengambil alih Jembatan Bosporus, dia meyakini bahwa para prajurit tidak akan membunuh seorang wanita yang tidak bersenjata. Safiye melewati pasukan polisi dan menghadapi komandan pasukan di jembatan. Tanpa ampun, komandan kudeta meraih lengannya dan menodongkan senapannya dekat pipi Bayat dan menarik pelatuknya.
“Saya merasa seluruh wajah saya terbakar. Tapi saya tidak takut: saya bertekad. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak bersenjata dan saya hanya di sana untuk berbicara dengan mereka. Mereka meminta saya untuk pergi dan segera setelah saya membelakangi mereka, sebuah bentrokan pecah. Mereka melepaskan tembakan ke udara tetapi orang-orang sudah berlari ke arah mereka.”
Ketika bentrokan pecah, banyak yang terluka tetapi bukannya lari, Safiye memilih tetap di sana untuk membantu.
Malam itu sekitar 250 orang tewas dan ratusan lainnya terluka, termasuk Safiye sendiri. Namun video yang menunjukkan dia berdiri melawan komplotan kudeta, membuatnya menjadi salah satu ikon perlawanan kudeta.
(Turkinesia)
Depan Halaman Masjid Hagiah Sofiah |
Pinggiran Jalan Kota Istambul |
Masjid Hagiah Sofiah |
Keren
ReplyDeleteKeren salam hormat dari myr ojon rsmc
ReplyDeleteTerima kasih adinda may ojon, sukses sll
DeletePost a Comment