Ada masa, sejarah kembali berulang. Dengan momentum yang sama, pemeran yang sama. Namun musuh yang berbeda.
Ini tentang sejarah kegigihan para dokter di tanah air, dalam berjuang menegakkan kedaulatan bangsa. Dengan cara melindungi, menjaga, merawat dan melayani rakyat Indonesia. Melawan aneka ragam musuh, yang menjajah raga jasad fisik, maupun jiwa bangsa Indonesia.
Saat ini, sejarah kembali berulang. Berupa kegigihan para dokter Indonesia, untuk membentengi masyarakat dari Pandemi Covid19. Ini mengingatkan kembali perjuangan mahasiswa kedokteran STOVIA mendirikan Gerakan Budi Utomo. Saat ini, ditandai sebagai Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2020.
Tanpa terasa, sudah 112 tahun berlalu. Manakala sembilan mahasiswa sekolah kedokteran STOVIA memprakarsai berdirinya organisasi Budi Oetomo. Rasa kepedulian yang muncul karena diskriminasi pendidikan yang diterima sebagai hak eksklusif golongan priyayi.
Sedangkan hak kaum pribumi diabaikan. Kesetaraan mendapatkan hak pendidikan bagi semua golongan ini, yang awalnya menjadi tujuan Budi Utomo.
Saat itu, STOVIA yang dikenal sebagai sekolah eksklusif, langsung membara. Para calon dokter bergerak untuk saling membantu, memberikan kepeduliannya. Bagi kelompok dan masyarakat yang mendapat perlakuan yang tidak adil, oleh pemerintah Hindia Belanda.
Budi Utomo, menjadi harapan baru dan para calon dokter inilah sebagai pioner penggerak untuk bangkit melawan penjajahan. Sehingga 20 Mei dinyatakan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Dan kembali, kepioneran para dokter kembali diuji. Virus Corona diumumkan pemerintah, pada tanggal 2 Maret 2020 menyerbu masuk ke Indonesia. Covid19 ditetapkan sebagai musuh yang harus diperangi. Genderang perang pun di tabuh. Tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dan terakhir dalam pertempuran ini. Lagi-lagi para dokter, bekerja sebagai panglima di profesinya masing-masing.
Hanya dalam waktu 79 hari pertempuran (19/5), kasus positif Corona di Indonesia sudah menyentuh angka 18.496 pasien. Belum lagi, ribuan rakyat telah meninggal. Ratusan ribu manusia Indonesia, telah terpapar.
Sampai saat ini, sudah 32 orang dokter yang gugur dalam melawan Covid19. Belum termasuk tenaga paramedis lainnya. Data menunjukkan 6,5 persen jumlah tenaga medis Indonesia yang wafat. Paling tinggi dari rata-rata tenaga medis yang wafat di seluruh dunia.
Tapi perang belum usai, kita masih bertempur. Semua elemen bangsa berjibaku memerangi Pandemi Covid19 ini. Semua elemen masyarakat memiliki peran penting. Namun tidak dapat di pungkiri, peran para dokter dan tenaga medis lainnya, ada posisi paling vital dalam perang melawan Pandemi Covid19 ini.
Tidak sedikit dokter yang gugur di tengah perjuangan melawan Pandemi Covid19 ini. Kalaupun ada dokter yang selamat ketika berjuang membentengi masyarakat dari Pandemi Covid19, mereka harus berjuang mengatasi rasa rindu dengan keluarga dan sanak familinya. Karena untuk alasan keamanan dan keselamatan, para dokter dan tenaga medis lainnya, tidak bisa berkontak langsung dengan keluarganya. Kalaupun ingin memeluk dan bercengkrama dengan keluarga, maka perlu waktu 1 jam lebih untuk prosesi pembersihan diri dan penataan baju bekas pakai dari rumah sakit. Agar tidak menjadi sumber infeksi di rumah dan karena alasan itu, maka momentum Peringatan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, dimanfaatkan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk memompa semangat para dokter yang berjuang di garis depan memerangi Covid19.
"Ibu Pertiwi Memanggil," itulah tajuk yang dicanangkan oleh PB IDI pada Harkitnas 2020 kali ini. Tema itu adalah refleksi semangat Budi Utomo, juga penghormatan pada pengorbanan 32 dokter. IDI akan terus mengobarkan semangat para dokter Indonesia.
"Kobarkan kembali semangat BOEDI OETOMO. Jangan sia-siakan pengorbanan Rakyat dan Sejawat yang telah mendahului kita dalam melawan COVID-19."
IDI telah mencanangkan Gerakan Dokter Semesta untuk memerangi Covid19. Tidak ada kata berdamai dengan Corona (Covid-19) dan seruan serta ajakan pada seluruh dokter, umum dan spesialis, untuk bergabung dalam GERAKAN DOKTER SEMESTA pun, mengaung dan terus digaungkan.
Meskipun sebagian besar masyarakat, disaat menjelang Idul Fitri ini, sudah mulai tidak peduli dan tidak taat pada protokol kesehatan. Mall, pasar dan jalan, makin padat dan penuh orang berlalu lalang. Meskipun kebijakan yang diambil, sering bertolak belakang dan membingungkan. Meskipun segala hal yang bertentangan dengan PSBB, terus dilonggarkan. Sehingga potensi masyarakat untuk menabrak aturan, semakin besar. Meskipun kenyataan data angka pasien terus meningkat dan tenaga medis mulai lelah dan kepayahan. Rumah sakit rujukan pun, kewalahan.
TAPI KAMI DOKTER INDONESIA, TIDAK AKAN BERSERAH, TERSERAH APALAGI MENYERAH.
Kami, para dokter telah bertekad menjadikan momentum perang melawan Covid-19 sebagai KEBANGKITAN NASIONAL KEDUA. .Gerakan Dokter Semesta Lawan Corona.
Tidak akan ada dokter yang mengkhianati sumpahnya. Walau suara yang disampaikan, tak lagi dihiraukan. Walau banyak yang abai pada peringatan para dokter dan tenaga medis. TERSERAH, bagaimana mereka menyikapi ajakan kami, para dokter dan tenaga medis.
Tapi para dokter akan terus dan terus bekerja. Di tengah perilaku bodoh yang terjadi. Semata agar bangsa Indonesia sehat, selamat dan berdaulat. Lepas dari kebodohan, yang mereka lakukan dan akhirnya mengorbankan diri mereka sendiri.
Bumi Gurindam 12, 20 Mei 2020
Saat Bersama Anak Yatim |
Luarbiasa dokter hisnin, semangat kami, dokter dan tenaga medis lain nya tetap berkobar kobar demi menunaikan tugas dengan sebaik baiknya.
ReplyDeleteInshaAllah terima kasih semangat (admin)
DeletePost a Comment